Sabtu, 16 Mei 2009

ini dia pemenang Indonesia Movie Award 2009

PEMERAN UTAMA PRIA TERBAIK IMA 2009
Ikranagara ( LASKAR PELANGI )

PEMERAN UTAMA WANITA TERBAIK IMA 2009

Cut Mini ( LASKAR PELANGI )

PEMERAN PEMBANTU PRIA TERBAIK IMA 2009

Lukman Sardi ( KAWIN KONTRAK LAGI )

PEMERAN PEMBANTU WANITA TERBAIK IMA 2009

Nasya Abigail ( PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN )

PENDATANG BARU PRIA TERBAIK IMA 2009

Zulfani ( LASKAR PELANGI )

PENDATANG BARU WANITA TERBAIK IMA 2009

Laura Basuki ( GARA_GARA BOLA )

PEMERAN UTAMA PRIA TERFAVORIT IMA 2009

Sophan Sophiaan (LOVE)

PEMERAN UTAMA WANITA TERFAVORIT IMA 2009

Revalina S Temat (PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN)

PENDATANG BARU PRIA TERFAVORIT IMA 2009

Judika (SI JAGO MERAH)


NOMINASI PENDATANG BARU WANITA TERFAVORIT


Laura Basuki (GARA-GARA BOLA)

SOUNDTRACK TERFAVORIT IMA 2009

Laskar Pelangi ( NIDJI ) - LASKAR PELANGI

FILM TERFAVORIT IMA 2009


LASKAR PELANGI



itu dia deh pemenangnya. ahaaiiiiiiiiiiiiiii

semalem bener2 ngantuk berat sebenarnya, kan dari pagi seharian diluar. baru balik jam 8, itu pun dengan terburu- buru. targetnya jam 8 harus udah ada dirumah, buat nungguin INdonesia Movie Award. ada yang dinanti soalnya hohohohoohoh. . . .. :">


ada giring Nidji
dan ada Joe Sandy. . ..

hohohoohoho. . ..
ini akibat keranjingan The MAster, aku jadi suka Banget ama Joe sanDy...:-p
pinter bangeT sih tuh Orang. . .
kekekekkekekke:-p

bentar bentar, ngomongin Joe sandy ntar ajah, nie ngebahas tentang Ima. mantep deh, laskar pelangi banyak bgt ngeraih penghargaan. dari beribu film yang beredar di sepanjang tahun 2008 ternyata yang berhasil nyedot perhatian masyarakat terbatas. liat ajah deh film pilihan juri dalam kategori film terfavorit, ada ayat- ayat cinta - no wonder, film besutan hanung Bramantyo ini emang keren bgt, sempat membuat ferdi Nuril kehilangan nama aslinya dan rela di dipanggil Fahri-, Love, Fiksi, 3 doa 3 cinta, gara-gara bola, kalau cinta jangan cengeng, pencarian terakhir, perempuan berkalung sorban, dan laskar pelangi.

fiksi? aku belum liat filmnya tuh. 3 doa 3 cinta? eh, emang itu diedarin di Indonesia ya? setauku malah film ini langsung ikutan lomba di singapur ato dimana gituh...heheheh maph, gag ngikutin. ini juga aku blom nonton. gara- gara bola? weleh, ada ya film ini? ini akunya yang gag update ato gimana ya?kalau cinta jangan cengen? tau kok film ini beredar, tapi males bgt nontonnya-marshanda adalah alasan utama aku males nonton film ini, ahahahiiiii, maph marsha.pencarian terakhir n perempuan berkalung sorban aku juga belum nonton. . . .


berharap aja deh, moga2 cepet ditayangin disalah satu tv swasta. . . hehehehhehe"-p

maju terus perfilman Indonesia-kata joe sandy. . . . hehehehhe-

Film Indonesia Vs Film Luar



Apakah anda termasuk orang yang mempunyai hobi menonton film? Kira- kira, film bergenre apa yang anda sukai? Drama, Horor, Action? Hem, pertanyaan paling krusial mungkin adalah, anda lebih menyukai film karya anak negeri atau film luar? Menelisik lebih jauh mengenai film, Di Indonesia sendiri film pertama yang dibuat berjudul ‘ Loetoeng Kasaroeng’ pada tahun 1926. Kondisi perfilman Indonesia mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Perfilman Indonesia sempat mengalami keadaan ‘ mati suri’ pada sekitar tahun 1992-2000an. Munculnya beberapa film Indonesia di tahun 2000 keatas, seperti Ada Apa Dengan Cinta ( AADC), yang menjadi sangat fenomenal dalam perfilman Indonesia kala itu. Saya inget banget tuh, waktu boomingnya film itu, semuanya serasa tersihir oleh film yang dibintangi Nicholas Saputra dan Dian Sastro Wardoyo. Anak sma mulai mengikuti gaya dandanan Dian sastro, kaus kaki panjang, baju seragam yang agak ketat, lalu apa lagi ya? Yang saya paling inget adalah ketika teman- teman saya yang tadinya sama sekali tidak suka membaca, jadi keranjingan membaca buku sastra, bolak- balik toko buku hanya untuk mendapatkan buku sastra berjudul “ Aku”. Hehehhe, dan terus terang saja, saya pun mencari buku itu.

Balik lagi ke film, perkembangan film Indonesia mulai beranjak meninggalkan kelesuan, ini dilihat dari beberapa film Indonesia yang mulai bermunculan satu- persatu, ada Andai Ia Tau, Pasir Berbisik, Eifel I’m In Love, Jelangkung, Janji Jhoni, sampai film musical anak- anak, Petualangan Sherina. Para seniman film pun mulai mendapatkan penghargaan dari hasil jerih payahnya, ada MTV Indonesia Movie Award, Indonesia Movie Award, dimana pada tahun ini Indonesia Movie Award dilaksanakan 17 Mei yang lalu. Adanya penghargaan ini dapat berdampak positive bagi para Insan perfilman Indonesia, mereka dapat berlomba- lomba untuk menampilkan yang terbaik bagi penonton Indonesia, meningkatkan kualitas permainan mereka dalam layar lebar. Penonton Indonesia pun dapat menikmati setiap akting yang disuguhkan para aktor-aktris dalam setiap film yang diperankannya.

Beberapa gedung bioskop mulai di bangun, tidak hanya satu macam, namun banyak lainnya. Seperti bioskop Cineplex 21, Cinema XXI, Regent, ummm, sepertinya masih banyak yang lainnya ya? Harga tiket pun beragam, mulai dari 20 ribuan- 50 ribuan. Penonton film sejati pasti rela merogoh koceknya untuk menonton film yang mereka sukai, atau pun film baru beredar. Beberapa penonton menyeleksi mana film yang akan mereka tonton, semua itu berdasarkan berbagai factor, seperti siapakah pemeran utamanya, siapa sutradaranya, film tersebut bergenre apa, atau film itu bercerita mengenai apa. Biasanya sang pembuat film memberikan referensi film yang akan mereka tayangkan, memberikan bagaimana awal alur cerita film tersebut, berusaha membuat penasaran bagi yang membaca referensinya dan akhirnya menonton film tersebut.

Namun, ada beberapa teman saya yang hanya memilih film dari luar untuk ditonton di bioskop. Teman saya mengungkapkan,

“ Kalo film Indonesia mah gak usah nonton di bioskop, rugi. Ceritanya paling gitu- gitu aja, lagian tinggal tunggu bajakannya aja beres kan? Trus, gak jarang, film Indonesia hanya dalam waktu yang singkat langsung di tayangkan di stasiun Tv..”

Hem saya jadi ingat betapa sakit hatinya saya saat akan menonton Ayat- Ayat Cinta dan Laskar Pelangi. Kedua film tersebut membuat saya rela berdesak- desakan membeli tiket, mendapat tempat yang tidak nyaman pun tak apa, asal saya bisa menonton filmnya duluan. Eh, tapi, dua atau tiga bulan setelah film itu diedarkan di bioskop, ada salah satu tv Swasta yang memutarkannya sebagai tayang special menyambut Lebaran dan menyambut libur sekolah. Teman saya yang bahkan belum menonton film tersebut, tertawa lebar melihat iklan tersebut.

“ Ngapain kamu kemaren ngantri- ngantri panjang, berjubel, nonton dengan view yang enggak banget, tapi nih baru dua bulan udah ditayangin di tv?wekekekekke…”

Ejekan tersebut saya tanggapi dengan tersenyum kecut. Dasar! Bener juga apa yang dia bilang, buat apa kemaren capek- capek ngantri kalo toh akhirnya dalam jeda waktu yang gak begitu lama film tersebut diputar di tv? Gak perlu susah- susah ngantri berdesakan, nonton pun menjadi santai di depan tv. Gerrrr. . . .

Saya jadi ingat ucapan salah satu sutradara yang pernah berkata,

“ Buatlah fim Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.”

Ucapan ini tentu menyiratkan keinganan sang sutradara tersebut agar masyarakat lebih menyukai menonton film hasil jerih payah yang dibuat oleh anak negeri ketimbang menonton film yang diekspor dari luar Indonesia.

Pencapaian jumlah penonton film yang menakjubkan diraih oleh film Laskar Pelangi, yang berhasil menjaring 3,8 juta penonton hanya dalam waktu 42 hari, angka ini melewati kesuksesan penonton Ayat- Ayat Cinta yang hanya berhasil mendapatkan 3, 5 juta penonton dalam jangka waktu 60 hari. Angka- angka fantastis ini menunjukkan adanya kegairahan penonton Indonesia untuk menonton film garapan anak negeri. Tak heran bila Laskar Pelangi menjadi film terfavorit sepanjang tahun 2008. bahkan dalam ajang Indonesia Movie Award, film garapan Mira Lesmana dan Riri Riza ini meraih berbagai penghargaan seperti, pemeran utama pria terbaik ( Ikranagara), pemeran utama wanita terbaik ( Cut Mini), Pendatang baru pria terbaik ( Zulfani) serta soundtrack film terfavorit ( www. Rcti.tv).

Apakah angka itu akan terus bertahan?

Hemm, Film yang diangkat dari novel J K Rowling, Harry Potter, berjudul Harry Potter And a Half Blood Prince, akan merajai layar lebar diseluruh dunia pada pertengahan bulan depan. Dan seperti sebelumnya, film Harry Potter berhasil menyihir jutaan masyarakat untuk menonton aksi dari Daniel Radclife yang berperan sebagai sang tokoh utama. Ini dilihat dari angka yang menakjubkan yang berhasil diraup oleh film Harry Potter sebelumnya, Harry Potter And Orde Of Phoenix yang berhasil 44,8 Juta Dollar untuk pemutaran perdananya diseluruh dunia. Di Indonesia sendiri pasti banyak banget penggemar Harry Potter yang rela berdesakan hanya untuk menjadi penonton pertama film ini. Dan itu pun termasuk saya. Dan lagi- lagi saya rela menonton di tempat yang viewnya sangat tidak nyaman untuk menonton film yang kira- kira berdurasi 1,5 jam ini.

Tulisan ini bukan untuk membuat anda semua ‘diharuskan’ untuk menonton film dalam negeri saja, lupakan film Luar! Bukan seperti itu, saya hanya memberikan gambaran bahwa dengan beberapa serbuan film luar, toh masih ada film olahan dalam negeri yang menjadi Tuan rumah. Jeda waktu yang timbul saat tahun 1990an, dimana film Indonesia seakan mati suri, hanya ada beberapa karya yang berhasil dipasarkan, namun terkadang masyarakat pun tak mengerti, tak tau bahwa ada karya yang dihasilkan, jeda waktu tersebut diserbu oleh pasaran film luar negeri, sehingga kala itu, film luar menjadi tuan rumah dinegeri kita ini.

Adanya gempuran film- film dari luar harusnya membuat insan perfilman Indonesia termotivasi dalam menghasilkan film- film yang lebih baik lagi. Film yang berbeda dari yang lainnya. Film Indonesia sendiri harus bersaing dengan sesama film Indonesia yang dibuat oleh sutradara yang berbeda- beda dengan olahan film dan artis yang berbeda pula. Satu sama lain harus bersaing dan menunjukkan kualitas dari masing- masing film. Sayangnya, genre film Indonesia terkadang masih terlihat latah, saat film remaja naik daun, film- film remaja lainnya di produksi, begitu pun saat boomingnya film sex komedi ataupun film bergenre horror. Satu persatu insan film membuat film yang bergenre sama dengan harapan filmnya laku dipasaran. Padahal, sebagai penonton pastilah mengalami rasa jenuh dengan genre film yang itu- itu saja. Dan mulai menghembuskan nafas jengah saat melihat deretan film yang diputar di bioskop yang bersifat mistis. Well, semoga perfilman Indonesia makin dapat memberikan warna lain dalam setiap karyanya, maju terus perfilman Indonesia!