Balik lagi ke film, perkembangan film Indonesia mulai beranjak meninggalkan kelesuan, ini dilihat dari beberapa film Indonesia yang mulai bermunculan satu- persatu, ada Andai Ia Tau, Pasir Berbisik, Eifel I’m In Love, Jelangkung, Janji Jhoni, sampai film musical anak- anak, Petualangan Sherina.
Beberapa gedung bioskop mulai di bangun, tidak hanya satu macam, namun banyak lainnya. Seperti bioskop Cineplex 21, Cinema XXI, Regent, ummm, sepertinya masih banyak yang lainnya ya? Harga tiket pun beragam, mulai dari 20 ribuan- 50 ribuan. Penonton film sejati pasti rela merogoh koceknya untuk menonton film yang mereka sukai, atau pun film baru beredar. Beberapa penonton menyeleksi mana film yang akan mereka tonton, semua itu berdasarkan berbagai factor, seperti siapakah pemeran utamanya, siapa sutradaranya, film tersebut bergenre apa, atau film itu bercerita mengenai apa. Biasanya sang pembuat film memberikan referensi film yang akan mereka tayangkan, memberikan bagaimana awal alur cerita film tersebut, berusaha membuat penasaran bagi yang membaca referensinya dan akhirnya menonton film tersebut.
Namun, ada beberapa teman saya yang hanya memilih film dari luar untuk ditonton di bioskop. Teman saya mengungkapkan,
“ Kalo film
Hem saya jadi ingat betapa sakit hatinya saya saat akan menonton Ayat- Ayat Cinta dan Laskar Pelangi. Kedua film tersebut membuat saya rela berdesak- desakan membeli tiket, mendapat tempat yang tidak nyaman pun tak apa, asal saya bisa menonton filmnya duluan. Eh, tapi, dua atau tiga bulan setelah film itu diedarkan di bioskop, ada salah satu tv Swasta yang memutarkannya sebagai tayang special menyambut Lebaran dan menyambut libur sekolah. Teman saya yang bahkan belum menonton film tersebut, tertawa lebar melihat iklan tersebut.
“ Ngapain kamu kemaren ngantri- ngantri panjang, berjubel, nonton dengan view yang enggak banget, tapi nih baru dua bulan udah ditayangin di tv?wekekekekke…”
Ejekan tersebut saya tanggapi dengan tersenyum kecut. Dasar! Bener juga apa yang dia bilang, buat apa kemaren capek- capek ngantri kalo toh akhirnya dalam jeda waktu yang gak begitu lama film tersebut diputar di tv? Gak perlu susah- susah ngantri berdesakan, nonton pun menjadi santai di depan tv. Gerrrr. . . .
Saya jadi ingat ucapan salah satu sutradara yang pernah berkata,
“ Buatlah fim
Ucapan ini tentu menyiratkan keinganan sang sutradara tersebut agar masyarakat lebih menyukai menonton film hasil jerih payah yang dibuat oleh anak negeri ketimbang menonton film yang diekspor dari luar
Pencapaian jumlah penonton film yang menakjubkan diraih oleh film Laskar Pelangi, yang berhasil menjaring 3,8 juta penonton hanya dalam waktu 42 hari, angka ini melewati kesuksesan penonton Ayat- Ayat Cinta yang hanya berhasil mendapatkan 3, 5 juta penonton dalam jangka waktu 60 hari. Angka- angka fantastis ini menunjukkan adanya kegairahan penonton
Apakah angka itu akan terus bertahan?
Hemm, Film yang diangkat dari novel J K Rowling, Harry Potter, berjudul Harry Potter And a Half Blood Prince, akan merajai layar lebar diseluruh dunia pada pertengahan bulan depan. Dan seperti sebelumnya, film Harry Potter berhasil menyihir jutaan masyarakat untuk menonton aksi dari Daniel Radclife yang berperan sebagai sang tokoh utama. Ini dilihat dari angka yang menakjubkan yang berhasil diraup oleh film Harry Potter sebelumnya, Harry Potter And Orde Of Phoenix yang berhasil 44,8 Juta Dollar untuk pemutaran perdananya diseluruh dunia. Di Indonesia sendiri pasti banyak banget penggemar Harry Potter yang rela berdesakan hanya untuk menjadi penonton pertama film ini. Dan itu pun termasuk saya. Dan lagi- lagi saya rela menonton di tempat yang viewnya sangat tidak nyaman untuk menonton film yang kira- kira berdurasi 1,5 jam ini.
Tulisan ini bukan untuk membuat anda semua ‘diharuskan’ untuk menonton film dalam negeri saja, lupakan film Luar! Bukan seperti itu, saya hanya memberikan gambaran bahwa dengan beberapa serbuan film luar, toh masih ada film olahan dalam negeri yang menjadi Tuan rumah. Jeda waktu yang timbul saat tahun 1990an, dimana film Indonesia seakan mati suri, hanya ada beberapa karya yang berhasil dipasarkan, namun terkadang masyarakat pun tak mengerti, tak tau bahwa ada karya yang dihasilkan, jeda waktu tersebut diserbu oleh pasaran film luar negeri, sehingga kala itu, film luar menjadi tuan rumah dinegeri kita ini.
Adanya gempuran film- film dari luar harusnya membuat insan perfilman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar