Kamis, 17 September 2009

FILM BUAT SI KECIL



Perkembangan film diIndonesia makin menunjukkan geliat kegairahannya, ya? Gak kesusahan deh nyari referensi film- film Indonesia. Setiap bulan, atau bahkan setiap hari kamis ditiap bulannya, dirilis lah satu atau dua film hasil karya anak negeri. Prestasi ini patut dibanggakan loh, mengingat, membuat sebuah film tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kalau di flash back, perjalanan film buah karya anak negeri juga tidak mudah. Film pertama di dunia dirilis pada tahun 1903. Film tersebut diambil dari kisah nyata mengenai perampokan kereta besar-besaran yang terjadi di Amerika Serikat.
Film ini berjudul 'The Great Train Robbery' dibuat berdasarkan kisah perampokan kereta api pengangkut emas di tahun 1896. Jalan ceritanya ini ditulis oleh Thomas A. Edison.Dan diproduseri oleh Edwin S Porter.
Dalam pencatatan sejarah perfilman, film ini adalah film bergerak pertama yang dibuat. Walaupun masih hitam putih dan dib
uat tanpa suara (film bisu), namun film berdurasi 12 menit ini bisa menjadi inspirasi bagi pembuatan film-film berikutnya.

Film muncul dan memasuki masa perkembangannya di awal abad 20an, sekitar tahun 1900. Di Indonesia sendiri film pertama yang dibuat pertama kalinya adalah film bisu pada tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung( www.wikipedia.com). Film sendiri bila diamati memiliki sifat aktulitas, dimana sebuah film dari tahun 70an, masih saja dapat di tonton di tahun sekarang ini. Contohnya saja, film Warkop DKI, film tersebut di produksi pada tahun 70an, namun toh, bila anda cermati, ada beberapa stasiun tv yang menayangkan film tersebut pada saat- saat ini.

Film Indonesia memperlihatkan kegiatan fluktuaktif dalam perkembangannya. Sempat mengalami jatuh bangun. Tahun 90an merupakan masa sulit dimana hanya segelintir film yang berhasil dihasilkan oleh anak negeri. Salah satu yang paling fenomenal adalah kelahiran film Petualang Sherina. Yup, ini mungkin adalah film pertama yang membidik anak kecil. Film ini juga merupakan film musikal anak pertama dengan artis cilik yang sebelumnya tak pernah tersentuh dunia infotainment sama sekali.

Bisa dikatakan film Petualang Sherina adalah film yang membuka jalan bagi film- film yang memang ditujukan untuk konsumer anak- anak. Film ini dikemas apik dengan memasangkan artis cilik yang tidak begitu familiar dengan anak- anak. Cerita yang menarik, menghadirkan permasalahan yang kerap dihadapi oleh anak- anak dan disulap indah dengan arransemen lantunan musik. Dirilisnya film ini pun sangat pas, yaitu pada waktu liburan sekolah. Alhasil, film garapan Mira Lesmana dan Riri riza ini meraup untung yang tidak sedikit. Selama sebulan lebih, para penonton segala usia memenuhi antrian di bioskop demi menonton film ini. Setelah Petualangan Sherina terdapat beberapa film yang ditujukan untuk anak kecil, seperti Joshua oh Joshua, Janus Prajurit terakhir (film animasi), Laskar Pelangi dan yang terbaru adalah Garuda di Dadaku.

Film- film tersebut diproduksi dan diperuntukkan untuk anak kecil. Nilai- nilai yang terkandung di dalam film tersebut, tidak melenceng jauh dari dunia anak- anak yang pasti berbeda dengan dunia orang dewasa. Setiap permasalahan dihadirkan sesuai dengan apa yang biasa dihadapi oleh anak- anak sebayanya. Sayangnya, meskipun mulai berjamuran film untuk anak- anak, namun jumlahnya masih saja minim. Film- film yang beredar dipasaran terkadang belum laik untuk dikonsumsi oleh seorang anak yang duduk di kelas Dua SD, misalnya. Gak usah film deh, sinetron di layar televisi saja, yang selalu bisa diakses oleh si kecil, juga tidak menghadirkan realita dunia anak sesungguhnya. Judul dan pemainnya memang terbungkus cover berjudul untuk semua umur. Namun toh ternyata nilai- nilai yang terkandung di dalam film tersebut tidak sesuai dengan apa yang seharusnya di konsumsi si kecil.

Beberapa sineas di dunia film maupun sinetron sering melupakan, bahwa setiap tayangannya seharusnya mengandung nilai- nilai yang dapat dipetik dan kemudian diamalkan bila baik dan ditinggalkan bila itu tidak baik. Namun nampaknya, saat ini yang terpenting adalah mengejar rating tinggi dan banyaknya sponsor yang beriklan. Tayangan untuk si kecil di televisi lebih banyak yang tidak sesuai dengan keseharian yang dihadapi (lebih banyak mengandung kekerasan, Horor dan sex). Sehingga yang dapat diambil hikmahnya oleh si kecil ketika tayangan yang ditontonnya berakhir hanyalah berupa angin lalu. Tak berisi apa pun.

Film anak yang beredar, dan biasanya dikerjakan oleh orang- orang yang kompeten di bidangnya, baru bisa diacungi jempol. Mereka tak hanya sekedar mengejar rating tinggi dan sponsor ( meskipun sponsor memang hal yang utama untuk keberlangsungan sebuah film) , namun mereka menelaah nilai- nilai yang dapat dipetik ditiap adegannya. Apakah nilai tersebut sesuai dengan si kecil. Para orang- orang tersebut bahkan melakukan survey untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk filmnya yang akan di tonton oleh anak kecil. Sebut saja Laskar Pelangi yang menggambarkan tentang semangat belajar murid- murid miskin di pulau Bangka- Belitong. Atau pun film Garuda di Dadaku yang menggambarkan kecintaan Bayu, sang tokoh utama, terhadap tim nasional Indonesia.

Film- film untuk si kecil bukanlah sembarang film, bahkan film untuk si kecil bisa dibilang sangatlah susah dibanding bila membuat film remaja. Banyak yang harus dipikirkan dalam menggarap film untuk si kecil. Selain itu, para pekerja film juga bertanggung jawab lebih besar akan film anak yang dibuatnya. Film- film anak kecil yang sesuai adalah film yang benar- benar menggambarkan kehidupan dan permasalahan yang dihadapi si kecil, film yang dapat diambil hikmahnya oleh setiap anak ketika mereka selesai menonton film tersebut. Film untuk si kecil bukanlah sebuah film yang memasangkan tokoh utamanya adalah anak kecil namun ceritanya tak sesuai dengan apa yang dihadapi si kecil ketika terjun ke dalam lingkungan sosialnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar